nusakini.com-- Program listrik 35.000 MW yang saat ini sedang dikerjakan pemerintah dan bersama Independent power producer (IPP) didominasi Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) atau 56,97% dari total pembangkit listrik yang dibangun. Pemerintah telah berkomitmen untuk menerapkan PLTU ramah lingkungan yang menggunakan teknologi super critical boiler untuk mengurangi dampak buruk terhadap lingkungan.  

Saat ini pemanfaatan energi yang ramah lingkungan masih belum maksimal sehingga memaksa pemerintah terus untuk menggunakan energy berbasis fosil untuk memenuhi kebutuhannya. “Masalah lingkungan di energi bukan hanya masalah dari energy baru terbarukan saja, tetapi dalam Rencana Umum Energi Nasional (RUEN) kita sudah tetapkan pembangkit Listrik Tenaga Batubara (PLTU) dengan kapasitas 600 MW keatas harus memakai super critical technology,” ujar Anggota Dewan Energi Nasional (DEN) dari unsur akademisi, Rinaldy Dalimi dalam konferensi pers usai sidang DEN ke-19 di Kementerian Energi Dan Sumber Daya Mineral,  Senin (14/11).  

“Jadi penggunaan clean coal technology, itu wajib,” tegas Rinaldy.  

Penerapan teknologi ramah lingkungan untuk PLTU tersebut sesuai dengan Paris Agreement pada Konvensi Para Pihak (Conferences of Parties-COP) UNFCCC ke-21 di Paris tahun 2015 lalu. Pada COP-21 di Paris, Presiden Joko Widodo telah mendeklarasikan komitmen Pemerintah Indonesia untuk ikut aktif menurunkan emisi CO2 (Gas Rumah Kaca-GRK) sebesar 29% di tahun 2030 dan melalui dokumen Intended Nationally Determined Contributions (INDCs), Indonesia mencantumkan kegiatan pembangunan PLTU Batubara dengan menggunakan teknologi efisiensi tinggi seperti Clean Coal Technology untuk mencapai 29% penurunan emisi GRK di tahun 2030. (p/ab)